Minggu, 14 Agustus 2011

10 ciri generasi menghawatirkan


¨1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
¨2.Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.
¨3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan
¨4. Meningkatnya perilaku merusak diri.
¨5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
¨6. Menurunnya etos kerja.
¨7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
¨8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara
¨9. Ketidakjujuran yang membudaya
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.* (Thomas Lickona,1992

Pola Asuh


wirianingsih :
POLA ASUH   (TERHADAP) ANAK DAN REMAJA
Siapakah anak ?
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. 
(menurut UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak psl 11)
Nilai anak
§  Anak adalah titipan (amanah)
§  Anak adalah anugerah
§  Anak adalah manusia seutuhnya yang memiliki harkat dan martabat
§  Anak adalah investasi akhirat
§  Anak adalah pewaris nilai, risalah,dan
§  Anak adalah penerus regenerasi suatu bangsa

Data :
§  Lebih dari 80% anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi (responden 1705 sejabodetabek, survey YBH 2005).
§  Data lembaga LAPAS Tangerang, tindak kekerasan  seksual merupakan kejahatan ke-2 setelah narkoba. (Testimoni terhadap korban mengungkapkan bahwa mereka melakukan setelah menonton VCD porno)
§  39,65% remaja pernah berhubungan seks sebelum nikah ( survey BKKBN terhadap 2880 remaja usia 24-19 tahun di 6 kota di Jabar 2002)
Pola Asuh ?
§  Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat  dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif.
§  Karena seringkali terjadi, akibat pola asuh yang tidak (kurang) tepat, mengakibatkan terjadinya perilaku menyimpang pada anak-anak kita.
§  Sekitar 30% pengguna narkoba di kalangan remaja terjadi karena gagal komunikasi di rumah (BKKBN,2007
§  BEBERAPA HASIL PENELITIAN MENUNJUKKAN :ORANG TUA YG AUTORITATIF DIBANDINGKAN DG ORANG TUA YG AUTORITARIAN (KAKU DAN SUKA MENGHUKUM) DAN PERMISIF (HANGAT TP SEMUA SERBA BOLEH) MEMILIKI ANAK YG LEBIH KOMPETEN DALAM HAL KOGNITIF, SOSIAL DAN EMOSI YG STABIL (BAUMRIND,1967)

Bentuk pola asuh
1. Pola asuh Demokratis
§  Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
2.Pola asuh Otoriter
§  Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dg mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
Kenali anak kita !
§  Istilah ‘remaja’ > menunjukkan karakteristik yang menetap secara umum pada perilaku anak.
§  Remaja > satu bagian /fase dalam Masa pertumbuhan dan perkembangan anak.
§  Usia 12 Tahun (Piaget, 1958) : usia ini merupakan periode of formal operation . Yg berkembang adalah kemampuan simbolik.
§  Sudah dapat mempelajari hal yg abstrak tanpa bantuan objek yg konkret.
§  Dapat memahami hal-hal yg imajinatif. Ia memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully)
§  Mulai mampu berfikir secara nalar, sistematik, dan dapat menarik kesimpulan, dapat menerima ketidakkonsistenan suatu pernyataan dan merefleksi dan menguji pendapat-pendapatnya.
Stimulasi yang dapat dilakukan
§  Kegiatan perlombaan
§  Ajarkan anak konsep benar  salah, biasakan anak ucapkan kata Terima kasih, maaf, tolong.
§  Berikan keteladanan
§  Ajarkan sopan santun
§  Sediakan fasilitas/sarana yang baik untuk mereka dapat mencurahkan  sesuatu yg bermanfaat.
§  Tanamkan motivasi belajar anak
§  Ajarkan penerapan syariat Islam
    Mulai bisa dikenalkan teka-teki
§    Diajak bermain kreatif
§  Pisahkan kamar tidurnya
§  Carikan guru yg tepat
§  Kenalkan reward dan punishment
§  Dilatih membuat prakarya
§  Mulai diberi kepercayaan
Mulai dari Usia Dini
Jadikan setiap detiknya berarti
Untuk masa depannya yang penuh arti
 

kajian PI PP

Implementasi Pendidikan Informal di Keluarga

Oleh: Agus Ramdani, S.Sos.M.MPd, dkk



Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berlangsung dalam keluarga dan masyarakat. Pada umumnya, pelaksanaan pendidikan informal di kedua kelompok tersebut berlangsung secara mandiri dan tidak terstruktur. Mandiri dalam artian tidak membutuhkan adanya pendidik yang merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pendidikannya. Tidak terstuktur dalam arti tidak membutuhkan struktur kurikulum dan perangkat pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan dari pendidikan informal ini, karena sifatnya yang berlangsung seumur hidup, bisa dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja tergantung pada kebutuhan individu atau kelompok terhadap hal-hal yang dipandang berguna untuk kehidupannya.
Pendidikan informal dalam keluarga! Seperti kita ketahui bahwa keluarga merupakan satuan pendidikan terkecil dalam masyarakat. Dalam keluarga anak-akan pertama kali akan merasakan sentuhan pendidikan dari orang tuanya. Pendidikan ini pada umumnya bertujuan untuk menyosialisasikan nilai, membudayakan (mengelturasikan) kebiasaan dan perilaku, serta menginternalisasikan sikap, norma, serta watak yang dikehendaki oleh orangtua bisa tumbuh dalam diri anak-anaknya. Dengan kata lain, disadari atau tidak, pendidikan dalam keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan watak anak. Bila pendidikan itu dapat memberi pengaruh positif terhadap perkembangan mental seorang anak, maka hasil pendidikan itu akan bersifat positif. Sebaliknya, bila negatif, maka hasil pendidikannya-pun akan negatif.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai impelementasi pendidikan informal pada keluarga, tulisan ini merupakan sub-pembahasan dari kegiatan pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat yang dilakukan oleh P2-PNFI (Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal) pada tahun 2011 dengan lokasi pengkajian: Desa Tagog Apu, Desa Jayagiri, Kampung Genteng Desa Jayagiri, (Kab Bandung Barat) Desa Cilembu dan Desa Pamulihan (Kab Sumedang) Kelurahan Sukabungah (Kota Bandung), Desa Malongpong dan Desa Wanahayu (Kab Majalengka), Desa Gebang Mekar dan Desa Gebang Udik (Kab Cirebon), Kelurahan Pulau Tidung (DKI Jakarta), Desa Rancasumur dan Desa Garut (Kab Serang), Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Sukamaju (Kota Bandar Lampung), Kota Bengkulu, Kelurahan Tua Tunu Indah dan Kelurahan Bukit Merapin (Kota Pangkal Pinang).
Pada keluarga-keluarga yang berhasil mendidik anaknya, dengan indikator dapat menciptakan watak dan perilaku anak yang baik dan terus termotivasi untuk berprestasi dalam hidupnya. Dari semenjak kecil anak-anak sudah disosialisasikan nilai-nilai: hidup rukun, saling menghormati, kerjasama, optimis, kebersamaan dan kesopanan. Adapun perilaku yang dienkulturasikan oleh keluarga berhasil kepada anak-anaknya yaitu: menghargai sesama, taat beragama, tidak mengeluh, fleksibel, up-date informasi, kerja keras, terbuka, iniatif, rapih, wirausaha, hemat, dan rendah hati.
Adapun proses pembelajaran informal yang dilaksanakan oleh keluarga berhasil di lokasi pengkajian, dilakukan dengan cara: 1) pro-aktif terhadap perkembangan mental dan pendidikan anak-anaknya, 2) memberikan contoh dan menjadi suri tauladan, 3) memberikan motivasi, 4) memberikan hukuman, 5) melakukan pembagian tugas pekerjaan rumah, 6) mengajak untuk melakukan usaha keluarga, 8) melaksanakan bimbingan mengenai perilaku/ perbuatan positif, 9) menghargai keinginan anak, 10) tidak mengeluh dihadapan anak, 11) memberikan nasehat, dan 12) mempraktekan kegiatan-kegiatan yang ingin dikuasai oleh anak-anaknya.
Dimulai dari keluarga Abdul Rasyid (49) penduduk Kelurahan Pulau Tidung, ia mempunyai dua orang anak Sofyan (23) dan Ahmad (21), Keduanya sudah menyelesaikan pendidikan formalnya sampai dengan mendapat gelar sarjana, dari sebuah universitas negeri di Jakarta. Abdul Rasyid sudah membiasakan anak-anaknya untuk mengungkapkan pendapat dan permasalahan yang sedang dihadapinya, serta selalu menyuruh anak-anaknya supaya tidur teratur dan belajar selepas pulang sekolah. Abdul Rasyid juga menerangkan bahwa dirinya merupakan tipikal orang tua yang suka dan membiasakan diri mencari informasi yang mendukung dalam mendidik anak-anak mereka. Misalnya dengan membaca sumber-sumber tulisan, baik itu di buku maupun di majalah/ surat kabar.
Lain lagi yang dilakukan oleh Caskiat (52) warga Desa Gebang Mekar, Kehidupan keluarganya terbilang pas-pasan, tetapi bicara soal pendidikan anak, keluarga ini memang patut menjadi contoh. Anak pertamanya adalah lulusan Perikanan IPB kini bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan yang ditempatkan di Bangka, anak kedua juga lulusan IPB jurusan pengolahan hasil laut, juga kini ditempatkan di pemerintah daerah Belitung. Anak ke-3 kini masih kuliah di jurusan gizi Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, Anak ke-4 memilih menjadi nelayan sepeti dirinya, dan anak ke-5 masih duduk di bangkus SMA. Caskiat memang memprioritaskan pendidikan, tetapi di sisi lain ia membebaskan anak-anaknya memilih jalan hidupnya. Menurut Caskiat, tiap anak telah memiliki bakat masing-masing, meskipun orang tua mengarahkan anaknya untuk menempuh suatu jalan—pendidikan—tetapi jika si anak tidak berminat, akan gagal. Caskiat juga tidak pernah memperlihatkan bagaimana banting tulangnya ia dalam mendukung keinginan anaknya, ia tidak pernah mengeluh kepada anak-anaknya, supaya anak-anaknya dapat terus termotivasi untuk sekolah tanpa merasa bersalah atau membebani orang tuanya.
Taryana (42) bukanlah keluarga mampu di Desa Cilembu. Ia mempunyai 4 orang anak, 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Taryana dalam rumah tangganya harmonis, dalam mendidik putera puterinya tidak pernah memaksa, ada yang mengikuti jejak ayahnya ada juga yang mengembangkan potensi yang ada di dirinya. Setiap malam pasti harus berkumpul untuk berkomunikasi antara ayah, ibu dan anak-anak. Taryana juga sudah mengajarkan anak-anaknya cara berbisnis yang baik, supaya dapat membantu perekomonian keluarnya.
Sebut saja Ai (43) penduduk Kelurahan Sukabungah. Ai istri polisi yang dikaruniai 4 orang anak. Di keluarga Ai, suaminya sangat menekankan disiplin kepada anak-anaknya, dan tidak segan-segan memberi hukuman bila ada peraturan keluarga yang dilanggar. Selain itu, Ai juga melakukan pembagian peran kepada anak-anaknya dalam membersihkan rumah. Ai juga hanya memberikan uang saku terbatas kepada anak-anaknya yang hanya cukup untuk ongkos, sehingga mereka harus membawa makanan dari rumah sebagai bekal untuk ke sekolah. Ibu Ai berupaya menata rumah agar terasa betah bagi anak-anaknya, sehingga mereka lebih suka berada di rumah daripada main di luar. Ibu Ai juga membiasakan putra-putrinya mengaji di rumah setiap hari. Sekarang putra-putri Ibu Ai telah meraih gelar sarjana dan bekerja sesuai kompetensi masing-masing.
Samsudin (54 tahun) penduduk Desa Pamulihan. Ia memiliki 2 orang anak yang dua-duanya perempuan. Keluarga Samsudin ini adalah keluarga yang tidak mampu/sederhana, Samsudin merupakan seorang petani yang mampu menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari menanamkan nilai-nilai terutama dalam segi agama, hemat, kesadaran, kerja keras, dan semangat. Dalam pekerjaan di rumah berbagi tugas disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, tidak memaksakan kepada anak harus begini dan begitu yang penting orang tua sudah menanamkan nilai kesadaran yang tinggi kepada anak-anaknya.
Terakhir keluarga Ate (54) penduduk Desa Jayagiri. Ia dalam mendidik anak dilingkungan keluarga lebih mengedepankan memeberi motivasi, memberikan contoh. Contoh keteladanan yang langsung di terapkan di lingkungan keluarga melalui kebiasaan-kebiasaan yang tanpa di sengaja. Ate, dalam keluarga suka membagi tugas pekerjaan rumah sesuai dengan kemampuan anak, Ate juga eelalu menanamkan kedisiplinan, Contoh ketika anak telat sholat, mereka langsung di tegur kadang-kadang anak di cepret / di pukul kakinya, dengan cara itu anak merasa segan sehingga pada waktu solat langsung mereka solat, bahkan pak Ate selalu mengajak anak-anaknya ke masjid untuk mengikuti solat berjamaah. Tetapi ketika ada kesempatan berkumpul bersama dirumah dan datang waktu solat, Ate selalu mengusahakan solat berjamaah bersama di rumah.
Selain itu, Ate juga sering membiasakan anak-anaklnya supaya mendengar ketika orang tuanya mengaji bagi anak-anak orang lain di rumahnya. Karena keluarga Ate menerima anak-anak belajar mengaji, anak Ate masih kecil pada waktu itu sekitar usia dua tahun sering dipangku oleh bapaknya yang sedang mengajar ngaji setiap selesai magrib. Anak pertama pak Ate sejak usia lima tahun sudah hapal juz ‘ama (hapal membaca surat-surat pendek sebanyak 30 surat, proses belajar tanpa di sengaja. Ate waktu itu kalau mengasuh anaknya selalu sambil membaca surat-surat pendek (juz ‘amma).sejak usia masih bayi, anak selalu mendengarkan bapaknya mengajikan surat-surat pendek, misalnya sambil di gendong sambil di duduk, ketika mau tidur, makan, mandi, main, seorang bapak selalu membaca surat-surat pendek, tanpa di sengaja di dengar oleh sang anak, dan ketika belajar pertama berbicara, Ate suka mengajak anaknya melapalkan kalimat bismillah, dan asma Alloh yang lainnya, dan ketika menjelang usia tiga dan empat tahun sekali-kali seorang ayah meminta anak untuk membacakan surat-surat pendek dan ternyata bisa., yang akhirnya pada usia lima tahun anak hapal sampai 30 surat pendek. Kini (2011) anak pertama Ate menjadi juara MTQ tingkat Jawa Barat.
Ketika Ate mendapat undangan untuk memberikan ceramah di masjid, jika bentrok maka diberikan kepada anaknya untuk memberikan ceramah di masjid untuk mengganti bapaknya, bahkan kadang-kadang sengaja memberikan kesempatan untuk mencoba keberanian anaknya berceramah didepan umum, kesempatan tersebut diberikan ketika anak masih usia 16 tahun atau sekitar kelas tiga SMP, dan pada akhirnya kelima anaknya bisa memberikan ceramah di setiap acara pengajian ibu-ibu di masjid. Orang tua selalu mendengarkan ceramah di TV, tanpa di sadari anak-anak ikut mendengarkan ceramah di TV dan pada akhirnya anak bisa ceramah.
Dari cerita-cerita sukses mengenai keluarga yang dipandang telah berhasil dalam mendidik anaknya tersebut, dapat diambil hikmah bahwa kebiasaan-kebiasaan, misalnya, makan bersama, mengungkapkan pendapat, hemat dan pembiasaan untuk bertanggungjawa, dan lain sebainya sangatlah penting untuk menciptakan karakter anak yang positf serta berhasil dalam menjalani kehidupannya sebagai seorang yang dewasa.
Dengan demikian, para orang tua diharapkan untuk bersikap lebih fleksibel dalam mendidik anak-anak mereka. Mereka juga diharapkan untuk bersikap lebih selektif dan bijaksana dalam memilih nilai-nilai yang berguna bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Ini tidak berarti mereka lalu terus meninggalkan segala nilai dalam masyarakat yang telah diwariskan dan dihormati secara turun-temurun. Dan para orang tua pun sebaiknya suka dan membiasakan diri mencari informasi yang mendukung dalam mendidik anak-anak mereka, misalnya dengan membaca sumber-sumber tulisan, baik itu di buku maupun di majalah yang membahas tentang pendidikan watak anak. Di samping itu, mereka pun dapat mengikuti acara televisi atau radio yang membahas hal yang sama secara teratur. Hanya orang tua yang bersikap proaktif yang dapat memahami perkembangan dunia anak-anak seiring dengan perjalanan waktu. Singkatnya, orang tua harus suka “menjemput bola” daripada “menanti bola”.
Selanjutnya dari kegiatan pengkajian pendidikan informal di keluarga juga, ternyata ditemukan tidak sedikit juga anak yang terus terbelenggu oleh pengaruh negatif pendidikan yang diberikan oleh orangtuanya dan bahkan seringkali gagal dalam usahanya untuk berubah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh yang sangat kuat dari pendidikan keluarga dan kurangnya motivasi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya untuk berubah.
Sepeti yang terjadi pada keluarga Selamet (49 tahun) penduduk Kelurahan Pulau Tidung. Ia menjelaskan bahwa dalam keluarganya, ia tidak membiasakan anak-anaknya untuk makan bersama. Makannya sendiri-sendiri jika merasa lapar. Selamet menyadari bahwa jarang sekali ia dapat berbincang dengan anak-anaknya, karena selain ia sibuk bekerja, ia juga menyerahkan pendidikan anaknya kepada istrinya. Selamet juga memang tidak membiasakan anak-anaknya untuk berpendapat sejak kecil. Mengapa ia tidak memperbolehkan anaknya untuk mengungkapkan idenya secara bebas waktu kecil? Selamet berpendapat bahwa anak kecil suka berbicara banyak dan lancang, suka menggurui, dan tak tahu sopan santun. Blue print tersebut, ternyata sejak kecil sudah melembaga dalam keluarga Selamet dengan seorang ayah yang memegang teguh adat dan pasif dalam membimbing anak-anaknya.
Tentu saja masih banyak hal yang disebabkan oleh “salah didik” dalam keluarga, yang sebenarnya tidak perlu terjadi bila para orang tua dapat memilah dengan tepat mana yang dianggap sopan, dan mana yang tidak. Ini juga bisa menjadi koreksi terhadap tradisi yang justru membawa kerugian dan hambatan psikologis bagi orang yang mematuhinya. Tradisi, baik itu tradisi keluarga maupun tradisi masyarakat yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman-lah yang akan mampu bertahan hidup selamanya.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, Secara umum, paralel dengan peribahasa “bahasa menunjukkan bangsa” kita dapat mengatakan bahwa anak menunjukkan keluarga (dan masyarakat) tempat ia berasal. Seorang anak yang berprestasi dan bertingkah laku baik akan menunjukkan hasil didikan keluarga. Sebaliknya, anak yang gagal dan berperilaku buruk akan menjadi aib bagi keluarga dan masyarakatnya. Karena itu, pendidikan keluarga, yang merupakan pendidikan awal dari segala tahap pendidikan, harus mendapat perhatian yang serius sedini mungkin, sehingga setiap anak akan berkembang sesuai dengan harapan keluarga dan masyarakat.
Kita, khususnya para orang tua, dalam mendidik anak-anak mereka, perlu membuat interprestasi yang lebih arif-bijaksana – jangan serta-merta menganggap semua perbuatan anak lancang dan tidak sopan hanya karena kita terlalu kaku mempertahankan nilai-nilai yang ditafsirkan secara keliru. Karena sekali para orang tua mengajarkan yang salah, kesalahan itu akan berlanjut untuk waktu yang sangat lama bahkan seumur hidup, dan untuk memperbaiki sikap yang telah memfosil dan telanjur diyakini benar, diperlukan waktu yang tidak singkat, belum ditambah dengan korban perasaan dari si anak yang merasa telah, secara tidak langsung, menjadi korban diterapkannya nilai-nilai yang keliru (40811).


desain workshop implementasi PI


Desain Workshop
Hasil Pengkajian Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat















































PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL
(P2-PNFI) REGIONAL I BANDUNG
2011

Kata Pengantar



Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui jalur pendidikan informal dibiarkan mengalur tanpa adanya kendali dan kepedulian dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanannnya, kompetensi unsur-unsur yang terlibat, serta kapasitas kelompok-kelompok informal untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang menjadi peserta/ sasaran layanan programnya.
Permasalahan inilah yang kemudian mendorong P2-PNFI Regional I Jayagiri, pada tahun anggaran 2011 melaksanakan  kegiatan pengkajian implementasi pendidikan informal yang secara umum bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan permasalahan yang melekat pada pelaksanaan pendidikan informal di masyarakat.
Semoga dengan dilaksanakannya workshop hasil pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat ini, salah satunya dapat menghasilkan  input untuk perumusan kebijakan pemerintah dalam memberikan kontribusi pada penyelenggaraan pendidikan informal yang dapat dijadikan percontohan serta diterapkan pada masyarakat yang lebih luas.


Jayagiri,   Agustus 2011
Kepala, P2-PNFI Reg I Jayagiri




Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd.
NIP. 19630625 199002 1 001







Daftar Isi


Kata Pengantar ………………………………………………………………………………....  i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………..…  ii

A.      Latar Belakang …………………………………………………………………………...
B.      Dasar Yuridis ……………………………………………………………………………...
C.      Tujuan ……………………………………………………................................................
D.     Waktu dan Tempat ……………………………………………………………………...
E.      Pelaksana …………………………………………………………………………………...
F.      Peserta ……………………………………………………...............................................
G.      Metodologi …………………………………………………………………………………
H.     Hasil, Manfaat dan Dampak ………………………………………….....................
I.        Sarana Prasarana……………………………………………………............................
J.        Kerangka Kerja ……………………………………………………...............................
K.      Langkah-Langkah ……………………………………………………..........................
L.      Indikator Keberhasilan ……………………………………………………………….
M.    Biaya …………………………………………………………………..................................
1
2
3
3
3
4
7
7
8
8
9
10
10















A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan informal merupakan proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat (life-long learning), dimana setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilam dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Lahirnya pendidikan informal dalam legislasi nasional seharusnya diarahkan untuk mewujudkan manusia pembelajar sepanjang hayat, yang pada giliranya nanti akan dapat membentuk masyarakat pembelajar (learning society).
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, pendidikan nasional harus mampu mengendalikan jebakan kredensikalisme dan bias pendidikan formal. Kedua jebakan tersebut hanya akan dapat dikendalikan pengaruhnya jika pemerintah dapat memberikan kedudukan bagi pendidikan informal satu atau dua setingkat lebih penting, bahkan memberikan kedudukan terpenting di dalam program pembangunan pendidikan nasional.
Namun yang terjadi saat ini, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui jalur pendidikan informal dibiarkan mengalur tanpa adanya kendali dan kepedulian dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanannnya, kompetensi unsur-unsur yang terlibat, serta kapasitas kelompok-kelompok informal untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang menjadi peserta/ sasaran layanan programnya.
Permasalahan inilah yang kemudian mendorong P2-PNFI Regional I Jayagiri, pada tahun anggaran 2011 melaksanakan  kegiatan pengkajian implementasi pendidikan informal yang secara umum bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan permasalahan yang melekat pada pelaksanaan pendidikan informal di masyarakat.
Untuk lebih meningkatkan kualitas substansi hasil laporan pengkajian implementasi pendidikan infomal dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang berhubungan dengan kebijakan teknis pengoptimalan saluran pendidikan informal sebagai sebuah sistem supaya lebih berkontribusi terhadap penciptaan masyarakat yang berdaya, maka dilaksanakanlah kegiatan workshop hasil pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat, dengan melibatkan unsur-unsur stakeholder, akademisi dan para praktisi pelaku pendidikan informal di lokasi-lokasi yang terpilih sebagai lokus pengkajian pendidikan informal, dengan harapan mampu memperoleh input untuk perumusan kebijakan pemerintah dalam memberikan kontribusi pada penyelenggaraan pendidikan informal yang dapat dijadikan percontohan serta diterapkan pada masyarakat yang lebih luas.

B.     DASAR YURIDIS
1.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
3.      Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 tahun 2008 tanggal   31 Maret 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal.
4.      Program dan Rencana Kerja Tahunan PP-PNFI Regional I Bandung Tahun 2011, subkegiatan Pengkajian Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat.
5.      Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Nomor: 0563/023-05.2/01/12/2011 Tanggal 20 Desember 2010 revisi 2 tanggal 24 Juni Tahun 2011 Satuan Kerja PP-PNFI Regional I Bandung.
6.      Surat Keputusan Kepala PP-PNFI Regional I Bandung Nomor: 2484/B7/KP/2011 tanggal 29 April 2011 tentang Pengkajian Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat.

C.      TUJUAN
1.      Memverifikasi dan memvalidasi temuan-temuan lapangan yang berkenaan dengan implementasi pendidikan informal di masyarakat;
2.      Menghimpun data-data yang berkenaan dengan kondisi real pelaksanaan pendidikan informal yang lepas/ tidak terakomodir pada saat pelaksanaan pengkajian lapangan;
3.      Memperoleh input untuk perumusan kebijakan pemerintah dalam memberikan kontribusi pada penyelenggaraan pendidikan informal yang dapat dijadikan percontohan serta diterapkan pada masyarakat yang lebih luas;
4.      Memformulasikan bentuk model/pola pendidikan informal berbasis keluarga dan lingkungan masyarakat.

D.     WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan workshop hasil pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat Tahun 2011 dilaksanakan pada tanggal 10-13 Agustus tahun 2011  bertempat di PP-PNFI Regional I Bandung Jl. Jayagiri No. 63 Lembang Bandung Jawa Barat Telp. (022) 2786017 Fax. (022) 2787474.

E.      PELAKSANA
1.      Panitia
Penanggung jawab penyelenggaraan kegiatan Pengkajian Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat tahun 2011 adalah Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (PP-PNFI) Regional I Bandung yang dikoordinasikan oleh Kepala Bidang Program dan Informasi dengan susunan tim sebagai berikut :
Pengarah                    : Djajeng Baskoro, Ir.,M.Pd
Penanggung jawab                : Dadan Supriatna, Drs.,M.Pd
Koordinator               : Unus Nasrudin,S.Pd
Sekretaris                   : Rr. Erna Hernawati,Dra.,M.M.Pd
Anggota                       : Enden Nursaidah, S.Sos
2.      Pakar dan Narasumber Teknis
Pakar dan narasumber dalam kegiatan workshop implementasi pendidikan informal di masyarakat, antara lain:
a.       Dr. Gutama (Ditjend PAUDNI);
b.      Dr. Ugi Suprayogi,M.Pd (UPI Bandung);
3.      Moderator: Moch.Syamsuddin,S.Pd.
4.      Pemapar Hasil Temuan: Dr. Hj. Uum Suminar, Agus Ramdani,
       S.Sos.,M.M.Pd
5.      Pendamping: Kuswara, M.Pd, Henny Nurhendrayani,S.Pd.,MM

F.      PESERTA
Sebaran peserta workshop hasil pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Sebaran Peserta
Workshop Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat
No
Nama
Jabatan
Unit Kerja
1.        
Ir. Metriani Amran, M.Pd
Nip. 19631017199303
Kabid PNF Kota Bengkulu
Kota Bengkulu
2.        
Dewastan, M.Pd
Nip.131807908
PB Kota Bengkulu
3.        
Syaiful Hidayat
Nip. 195603081985031005
Wakil Kel.Marboroh
4.        
Drs. Tedja Sukmana,M.Si
Nip 195811261989011003
Kabid PNF Kab Bandung Barat
Kab. Bandung Barat
5.        
Oman Somantri,S.Pd
Nip.195910061984121001
PB SKB Kab.Bdg Brt
6.        
Dra. Hj. Yuyu Andi, M.Pd
Pimpinan LKP Yuyu
Kota  Bandung
7.        
Iip saripudin
Staf Fungsional Umum Bidang PNFI
Kab. Majalengka
8.        
Rukhiat, S.Pd
Nip.19660508 198 02 1 004
PB SKB Kab. Majalengka
9.        
Aom Muhtarom
Perangkat Desa Malongpong
10.    
Dedi Arief Rohidi, S.Pd.,M.M.Pd
Nip.19650810 1986101 009
Kabid PNF Kab Serang
Kab. Serang
11.    
Mawan Tirta Permana, S.Pd
Nip. 19640505 1994121004
Kepala SKB Kab. Serang
12.    
A.Joko Ratmoko
Ketua BPD/Wakil Desa Garut
13.    
 Hj. Aminah, S.IP
Nip.19580924 198103 2002
Kabid. PNFI 
Kota Pangkal Pinang
14.    
Djuariningsih, S.Pd
Nip.19681025 199703 2003
Kepala SKB Kota Pangkal Pinang
15.    
Drs. Agus Suryadi,M.Si
Nip. 19730809 1990031002
Camat Kec. Gerunggang
16.    
Kartubi
Nip.195405251980031009
PB SKB Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung
17.    
Drs.H.D. Irawan
19611019198706 1 001
Kabid PNFI Kota Bandar Lampung
18.    
Naziroh
Wakil kelurahan Kota Karang
19.    
Drs. Hermana
Nip. 195907031981091002
Kabid PNFI Kab Cirebon
Kab. Cirebon
20.    
Kusnadi, Drs
Nip.196201011986031046
Kepala SKB Kab. Cirebon
21.    
Suwarno
Wakil dari Desa Gebang Mekar
22.    
Drs.H. Abdul Suyono,MM
Nip.19560408 1882031 009
Kepala P3-PNFI DKI Jakarta
DKI Jakarta
23.    
Dra. Hartaningsih,M.Pd
Nip. 131645792
Kasi Pengembangan Program P3PNFI DKI Jakarta
24.    
Bunyamin, S.Sos
Nip.19631124 1986121 001
Perwakilan Kep.Seribu
25.    
Drs. Cecep Suryana,M.Pd
Nip. 19610613 1994031003
Kabid PNF Kab Sumedang
Kab.Sumedang
26.    
H.Mahmudin, S.Pd
Nip. 19520818 1984031001
PB SKB Kab.Sumedang
27.    
Aam Tuvlihadi, ST,S.Pd
Wakil Desa Cilembu

Setiap peserta diwajibkan untuk membawa kelengkapan sebagai berikut :
1.            Teknis
a.             Membawa data dan informasi tentang bentuk/jenis pendidikan informal, kekuatan dan kelemahan penyelenggaraan/pengelolaan program pendidikan informal yang ada di daerahnya masing-masing.
b.            Input tentang kegiatan yang dapat dilakukan pemerintah untuk memberikan kontribusi terhadap pengembangan dan pelaksanaan pendidikan informal di masyarakat.
2.            Administrasi
a.       Wajib membawa dan menyerahkan:
1)     Surat Tugas
2)     SPPD yang kami lampirkan dan ditandatangani pejabat pemberi tugas dan di cap/stempel dinas
3)     Bukti tiket moda darat untuk peserta dari Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi DKI dan Provinsi Lampung
4)     Bukti tiket moda angkutan udara pergi dan pulang bagi peserta dari Provinsi Bengkulu dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
b.      Membawa flash disk atau Laptop
c.       Jika terjadi keterlambatan kehadiran, tidak membawa dan menyerahkan sebagaimana dimaksud point 1, maka kami tidak akan mengganti seluruh besaran biaya perjalanan yang telah dikeluarkan pihak yang diundang.
G.     METODOLOGI
1.     Strategi
Strategi yang dipergunakan adalah dengan cara mengoptimalkan pengetahuan, pengalaman dan kebutuhan peserta terhadap proses pemberdayaan masyarakat melalui layanan/ program pendidikan informal
2.     Metode
a.    Ceramah, dengan cara menyampaikan materi-materi yang dipandang akan memberikan wawasan dan pemahaman paradigma tentang implementasi pendidikan informal di masyarakat;
b.   Diskusi, dipergunakan untuk merumuskan potensi dan memformulasikan rekomendasi untuk implementasi pendidikan informal di masyarakat
3.     Teknik
Kerja kelompok, dengan cara membagi peserta ke dalam beberapa kelompok untuk memformulasikan model/ pola pendidikan informal yang aplikatif dan adaptif dengan dinamika kehidupan yang terjadi dalam masyarakat.

H.    HASIL, MANFAAT DAN DAMPAK
1. Hasil
a.       Adanya formulasi data dan informasi implementasi pendidikan informal basis keluarga dan lingkungan yang telah dilaksanakan masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Lampung, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung.
b.      Formulasi bentuk model/pola pendidikan informal basis keluarga dan lingkungan.
c.       Adanya input untuk perumusan kebijakan terkait dengan peranan dan/atau kontribusi pemerintah pada penyelenggaraan pendidikan informal baik dalam keluarga maupun lingkungan.
2. Manfaat
a.       Terverifikasi dan tervalidasi temuan-temuan lapangan yang berkenaan dengan implementasi pendidikan informal di masyarakat;
b.      Tersosialisasikannya konsep, implementasi dan manfaat pendidikan informal dalam proses pemberdayaan masyarakat;
c.       Terformulasikannya input pengembangan pendidikan informal yang lebih terarah dan terencana.
3. Dampak
a.       Terbentuknya persepsi dan paradigma mengenai menfaat pendidikan informal pada seluruh peserta workshop;
b.      Terbentuknya motivasi untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam mengoptimalkan pendidikan informal di masyarakat;

I.       SARANA DAN PRASARANA
1.      Sarana pembelajaran terdiri  atas, meja dan kursi, papan tulis/white board dan spidol, kertas dinding, OHP/LCD/Laptop, ATK;
2.      Prasarana penyelenggaraan pelatihan terdiri atas, asrama, ruang ruang diskusi, tempat ibadah, ruang sekretariat panitia dan P3K.

J.        KERANGKA KERJA
Teknis pelaksanaan workshop hasil pengkajian implementasi pendidikan informal di masyarakat tahun 2011, secara umum dapat dipahami pada alur yang terdapat pada halaman selanjutnya.
Kerangka Kerja Workshop Hasil Pengkajian Implementasi Pendidikan Informal di Masyarakat

DISKUSI



KERJA KELOMPOK
Penyamaan Paradigma  Konseptual dan Empiris Pendidikan Informal
Landasan Normatif dan Yuridis Pendidikan Informal
Kel I
Kel 2
Kel 3
Strategi Pendidikan Informal di Keluarga
Strategi Pendidikan Informal di Lingkungan
Sinergitas  dsn Hubungan Implementasi PI dengan Kebijakan Daerah
Model PI dalam Keluarga dan Lingkungan
Rekomendasi Implementasi pendidikan Informal
Rencana Impelemtasi PI di Daerah
 















K.     LANGKAH –LANGKAH
1.      Pembentukan panitia;
2.      Konsultasi/ konsolidasi internal dan eksternal;
3.      Penetapan pakar dan narasumber;
4.      Diskusi dengan pakar;
5.      Penyusunan desain workshop;
6.      Penetapan peserta workshop;
7.      Penyebaran undangan peserta, nara sumber dan pakar;
8.      Penyiapan sarana dan prasarana workshop;
9.      Pelaksanaan workshop;
10.  Penyusunan laporan workshop;




L.      INDIKATOR KEBERHASILAN
1.      Terformulasikannya:
a.       Data dan informasi implementasi pendidikan informal di masyarakat  yang telah dilaksanakan masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Lampung, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung.
b.      Bentuk model/pola pendidikan informal basis keluarga dan lingkungan
2.      Tersusunnya input untuk perumusan kebijakan pemerintah dalam memberikan kontribusi pada penyelenggaraan pendidikan informal yang dapat dijadikan percontohan serta diterapkan pada masyarakat yang lebih luas.